August, 13rd
2014
Adalah hari
dimana setiap hal yang terjadi dalam hidup kita memberikan pelajaran,
memberikan nilai yang sangat berharga. Bagaimana memaknai setiap perjalanan
walau sebenarnya ternyata kita tidak jauh melangkah kedepan, meski pelan. Tapi,
kita sedang berjalan meski seperti siput dan kura-kura. Tidak, ini memang
hidupku sendiri, bahkan aku tidak ingin melombakan hidupku dengan rival pihak
lain. Ingin menang, bahkan tidak. Karena memang ini hidupku sendiri, dan
milikmu adalah hidupmu sendiri. Jadi masing-masing milik kita memiliki variabel
yang berbeda dan tidak bisa disamakan, atau bahkan untuk menjadi lawan yang sepadan.
Yah, karena kita berbeda, kita bukan lawan.
Pagi itu,
beruntung sekali ada yang mengantarkan keponakanku ke sekolah. Jadi aku segera
bergegas ke Solo. Beberapa bulan terakhir ini aku bergabung di komunitas yang
sangat luar biasa. Komunitas yang diprakarsai oleh kingkong dari Jogja,
Saptuari. Komunitas yang bergerak di bidang sosial ini memberikan begitu banyak
pelajaran dalam hidupku, bahkan aku ini hanya makhluk kecil yang harus selalu
bersyukur. Sedekah Rombongan, dari situ aku belajar banyak sekali.
Pagi ini,
sebelum move ku putuskan untuk ke stasiun Balapan Solo, untuk sekedar membeli
tiket. Sebelum berangkat, selalu kusempatkan menyium punggung telapak tangan
ibuku sambil mencium pipi kanan kiri nya, memohon restu dan berpamitan “do’akan
nggih, Bu”. Dan juga ke ayahku.
Pagi itu,
sampai juga di St. Balapan Solo, mengambil no antrian dengan no urut 117,
lantas aku melirik papan rangkaian IC counter up/down yang menunjukkan angka 72,
oke baiklah aku menghela napas barang sejenak. Kemudian menulis lembar
pemesanan dan duduk di ruang tunggu sampai giliranku datang. Aku duduk,
tersenyum dan bermain berselancar menggunakan Lenovo ku dengan seseorang yang
sedang duduk di belakang meja kerjanya, nan jauh di sana. Tiba-tiba, dari
belakang ada seseorang yang memberikan secarik kertas bertuliskan angka 92, dan
kudengar ucapan “dipakai saja, mbak”. Langsung segera kujawab dengan seulas senyum
sambil berkata “wow, terimakasih banyak, Pak”.
Dari sekian
banyak orang yang duduk di situ, bisa saja Bapak tersebut memberikan no
antriannya kepada orang lain. Atau bahkan menanam rasa acuh dengan membuang no
antrian yang sudah tidak berguna lagi itu baginya. Namun Tuhan mengantarkan
kaki Bapak tersebut ke arahku, dan mengulurkan secarik kertas antrian itu untuk
ku.
Selesai juga
pemesanan tiket ini, kemudian aku memberikan no antrian ku kepada orang lain,
yang telah dipilih Tuhan. Yah, kebaikan itu berantai J
Aku lantas
segera move (:istilah di Sedekah Rombongan, SR, ketika para kurir bergerak) ke
Rumah Sakit Moewardi. Pagi ini aku ingin menjenguk dan mengetahui perkembangan
pasien bernama Renaldi Arvien Pratama, mengalami sakit tumor ganas di daerah
kaki, yang berawal dari jatuh saat naik sepeda dan patah tulang februari lalu,
Arvien kemudian dioperasi. Arvien sudah berada di RSDM sejak 3 bulan yang lalu.
Dulu survey pertama dilakukan tanggal 23 Juli 2014 oleh kurir lain, mas Fajar.
Yah, lorong rumah sakit selalu memberi pelajaran dan rasa syukur atas nikmat
sehat yang sangat mahal ini. Sesekali bermainlah ke rumah sakit, yah BERMAIN, sekedar duduk di ruang tunggu,
mengamati dan melihat. Sesekali sisihkan waktumu untuk bermain di tempat
semacam ini, akan memberikan banyak sekali pelajaran. Tiba di pelatarannya,
seperti biasa aku celingukan, mencari ruangan Arvien, melangkah mantap dan
tiba2 sesampainya di lorong ujung Rumah sakit ada gejolak pertengkaran di hati.
Ada 2 sosok yang mendominasi, dan entah siapalah mereka yang tiba-tiba datang
bertengkar di dalam tubuhku. Salah seorangnya berkata “Bagaimana rasanya kalau
ketika move, pasien yang akan kita jenguk ternyata sudah meninggal dunia” sosok
lain yan kurasa berpihak padaku menjawab “ah, tidak, hal itu belum pernah
terjadi padaku, aku tidak ingin membayangkan hal semacam itu”, mereka masih
beradu argu dan aku mengabaikannya. Sesampai di ruang isolasi Melati 2 nomor 2,
aku berucap salam dan bertanya apakah ada pasien bernama Arvien. Ada 8 pasien
di tempat itu beserta para saudara yang menemani, namun tak satupun yang
mengetahui ada pasien bernama Arvien. Oke, aku lantas menuju ke meja perawat
yang tak jauh dari situ dan ku tanyakan keberadaan pasien Arvien. Seolah sudah
sangat hafal sekali dengan nama tersebut, lantas perawat tersebut menjawab
bahwa pasien tersebut sudah meninggal dunia, Innalillahi wa innailaihiraji’un.
Pertengkaran
apa yang tadi muncul di pikiranku atau hatiku atau ah dimanapun itu, seketika
aku lemas dan menanyakan detailnya. Kemudian aku menarik badanku mundur, dan
duduk di sebuah kursi dekat taman dalam rumah sakit. Ada kekecewaan yang
mendalam, yang memang tak bisa, ah ya kekecewaan. Aku menghela napas dan
mengatur tempo napas ku, kemudian kuraih hape ku, segera ku kabari group kurir
SR Solo via whatsapp bahwa Pasien Arvien sudah meninggal dunia. Kekecewaan
tergambar dari setiap komentar yang tertulis di beranda group tersebut, semua
menyesal, kurasa iya begitu. *Al-Fatihah*
Baiklah,
pelajaran yang sangat berharga sekali, bahwa memang setiap kejadian yang
terjadi pada diri kita adalah suratan takdir, dan ada 2 macam takdir, yakni
takdir yang mutlak atau ketentuan yang kita tidak dapat mengubahnya seperti
kematian. Dan takdir yang kita bisa mengusahakan dan mengupayakan. Letakkan
egomu, jangan sombong.
Segera
setelah beberapa urusan di Moewardi selesai, aku menuju ke RS. Ortopedi. Ingin
segera berjumpa dengan gadis kecil yang ketika kontrol terkhir kemarin tidak
sempat aku temani. Yah, #DikNabitta yang juga merupakan pasien SR ini mengalami
kelainan tulang, dan kakinya bengkok (kaki pengkor), hingga mengharuskan ia
kontrol ke RSO ini setiap minggunya, dari Purworejo-Solo ia jalani bersama
ibunya untuk mencari suatu kesembuhan J kali ini
kontrol dilakukan 2 minggu sekali, dan bertahap sampai akhirnya sebulan sekali.
Ia kini mengenakan sepatu AFO, sepatu khusus yang dirancang untuk penderita
kelainan kaki pengkor. Ia gadis kecil berusia 3 tahun yang lincah dan cerdas.
Dari sosok ibunya yang kuat, aku juga banyak belajar. Membesarkan, mendidik dan
memperjuangkan hidup seorang diri dengan buah hati yang sakit seperti ini, ia
sungguh sangat kuat. Pelajaran spiritual yang sangat mengena. Tak sekalipun
ketika menemani mereka, ku dengar keluhan dari ibunya J anak ini
sungguh luar biasa, Alhamdulillah sekarang kakinya mulai terlihat normal dan
lurus. Ah, untuk detail sakitnya bisa juga ditengok di laman web SedekahRombongan.
Sesampai di
RSO, aku mencari mereka di ruang tunggu RSO, dan teriakan gadis kecil itu
menjawab pencarianku “Mbak Nana” dan kita larut dalam obrolan, dalam diskusi,
permainan dan tersenyum, tertawa :D sampai kontrol usai.
Kemudian
mengantarkan mereka menunggu bus, melambaikan tangan dan kuharap kita masih
bisa berjumpa, sayang. Hal semacam ini yang sulit kutinggalkan dari Solo ketika
aku harus berpindah ke kota lain, semoga nanti di kota tujuan ku yang baru aku
masih diberikan kekuatan dan kesehatan untuk bisa bergabung menjadi kurir SR.
yah, meski juga jarang bertemu dengan kurir SR di sini, hanya via chat, aku
telah menenggelamkan hatiku mencintai mereka.
Lantas aku
segera pulang. Dan, ternyata sesampai di Janti ban motorku bagian depan bocor.
Aku mengarahkan motorku ke pom bensin Cokro, mencari mesin penambah angin yang
ternyata belum terpasang di pom bensin satu-satunya ini. orang baik kutemukan
lagi, ia memberi tahuku bahwa setelah tower ada bengkel yang punya mesin
penambah angin. Kususuri dan kutemukan bengkel tersebut, bersama dek Gun ku
yang gagah perkasa. Sayangnya ini bukan bengkel tambal ban, ku hela napasku
lagi. Bapak bengkel tersebut menanyakan dimana rumahku, lantas kujawab. “biar
saya pompa maksimal mbak, biar bisa sampai rumah” baik sekali, kuucapkan
terimakasih sambil kukeluarkan lembar 2 ribu rupiah untuk tambah angin ini.
Namun Bapak ini menolak, dan sekali lagi kuucapkan terimakasih, dengan tulus.
Sesampai di Nggringging, ban ku sudah kempes lagi haha. beruntung sekali di
depanku adalah tukang tambal ban. Dan singkat cerita aku harus mengganti ban
dalam ku itu, kutanyakan berapa “32 ribu sama pasangnya”. Obrolan di bengkel
terjadi dengan singkat, kemudian ku bayar dengan 2 lembar uang 50an dan 2rban,
agar tidak kerepotan mencari kembaliannya, pikirku. Ah lantas uang kembalian
yang diberikan kepadaku 22rb, jadi bannya 30 ribu. Ah, bahkan Bapak ini
menyedekahkan uang 2 ribunya. Bisalah kamu pikir sendiri uang 2 ribu untuknya,
adalah sangat berharga sekali. Namun, ia memilih untuk mengembalikannya padaku.
Banyak
sekali pelajaran yang bisa diambil dari tiap hari yang kita lalui, ucap syukur
adalah harga mutlak yang harus tetap kita panjatkan kepada sang Ilahi yang
memberi hidup dan penghidupan, syukur atas nikmat yang tak habis-habisnya
diberikan kepada kita. Syukur atas nafas dan oksigen gratis, atas kesehatan,
atas semuanya. Rasa syukur yang diikuti kepedulian kepada sesama dan rendah
hati dan membuang jauh suatu kesombongan.
No comments:
Post a Comment