Thursday 14 August 2014

thankful for everyday

August, 13rd 2014
Adalah hari dimana setiap hal yang terjadi dalam hidup kita memberikan pelajaran, memberikan nilai yang sangat berharga. Bagaimana memaknai setiap perjalanan walau sebenarnya ternyata kita tidak jauh melangkah kedepan, meski pelan. Tapi, kita sedang berjalan meski seperti siput dan kura-kura. Tidak, ini memang hidupku sendiri, bahkan aku tidak ingin melombakan hidupku dengan rival pihak lain. Ingin menang, bahkan tidak. Karena memang ini hidupku sendiri, dan milikmu adalah hidupmu sendiri. Jadi masing-masing milik kita memiliki variabel yang berbeda dan tidak bisa disamakan, atau bahkan untuk menjadi lawan yang sepadan. Yah, karena kita berbeda, kita bukan lawan.
Pagi itu, beruntung sekali ada yang mengantarkan keponakanku ke sekolah. Jadi aku segera bergegas ke Solo. Beberapa bulan terakhir ini aku bergabung di komunitas yang sangat luar biasa. Komunitas yang diprakarsai oleh kingkong dari Jogja, Saptuari. Komunitas yang bergerak di bidang sosial ini memberikan begitu banyak pelajaran dalam hidupku, bahkan aku ini hanya makhluk kecil yang harus selalu bersyukur. Sedekah Rombongan, dari situ aku belajar banyak sekali.


Pagi ini, sebelum move ku putuskan untuk ke stasiun Balapan Solo, untuk sekedar membeli tiket. Sebelum berangkat, selalu kusempatkan menyium punggung telapak tangan ibuku sambil mencium pipi kanan kiri nya, memohon restu dan berpamitan “do’akan nggih, Bu”. Dan juga ke ayahku.
Pagi itu, sampai juga di St. Balapan Solo, mengambil no antrian dengan no urut 117, lantas aku melirik papan rangkaian IC counter up/down yang menunjukkan angka 72, oke baiklah aku menghela napas barang sejenak. Kemudian menulis lembar pemesanan dan duduk di ruang tunggu sampai giliranku datang. Aku duduk, tersenyum dan bermain berselancar menggunakan Lenovo ku dengan seseorang yang sedang duduk di belakang meja kerjanya, nan jauh di sana. Tiba-tiba, dari belakang ada seseorang yang memberikan secarik kertas bertuliskan angka 92, dan kudengar ucapan “dipakai saja, mbak”. Langsung segera kujawab dengan seulas senyum sambil berkata “wow, terimakasih banyak, Pak”.
Dari sekian banyak orang yang duduk di situ, bisa saja Bapak tersebut memberikan no antriannya kepada orang lain. Atau bahkan menanam rasa acuh dengan membuang no antrian yang sudah tidak berguna lagi itu baginya. Namun Tuhan mengantarkan kaki Bapak tersebut ke arahku, dan mengulurkan secarik kertas antrian itu untuk ku.
Selesai juga pemesanan tiket ini, kemudian aku memberikan no antrian ku kepada orang lain, yang telah dipilih Tuhan. Yah, kebaikan itu berantai J
Aku lantas segera move (:istilah di Sedekah Rombongan, SR, ketika para kurir bergerak) ke Rumah Sakit Moewardi. Pagi ini aku ingin menjenguk dan mengetahui perkembangan pasien bernama Renaldi Arvien Pratama, mengalami sakit tumor ganas di daerah kaki, yang berawal dari jatuh saat naik sepeda dan patah tulang februari lalu, Arvien kemudian dioperasi. Arvien sudah berada di RSDM sejak 3 bulan yang lalu. Dulu survey pertama dilakukan tanggal 23 Juli 2014 oleh kurir lain, mas Fajar. Yah, lorong rumah sakit selalu memberi pelajaran dan rasa syukur atas nikmat sehat yang sangat mahal ini. Sesekali bermainlah ke rumah sakit, yah BERMAIN, sekedar duduk di ruang tunggu, mengamati dan melihat. Sesekali sisihkan waktumu untuk bermain di tempat semacam ini, akan memberikan banyak sekali pelajaran. Tiba di pelatarannya, seperti biasa aku celingukan, mencari ruangan Arvien, melangkah mantap dan tiba2 sesampainya di lorong ujung Rumah sakit ada gejolak pertengkaran di hati. Ada 2 sosok yang mendominasi, dan entah siapalah mereka yang tiba-tiba datang bertengkar di dalam tubuhku. Salah seorangnya berkata “Bagaimana rasanya kalau ketika move, pasien yang akan kita jenguk ternyata sudah meninggal dunia” sosok lain yan kurasa berpihak padaku menjawab “ah, tidak, hal itu belum pernah terjadi padaku, aku tidak ingin membayangkan hal semacam itu”, mereka masih beradu argu dan aku mengabaikannya. Sesampai di ruang isolasi Melati 2 nomor 2, aku berucap salam dan bertanya apakah ada pasien bernama Arvien. Ada 8 pasien di tempat itu beserta para saudara yang menemani, namun tak satupun yang mengetahui ada pasien bernama Arvien. Oke, aku lantas menuju ke meja perawat yang tak jauh dari situ dan ku tanyakan keberadaan pasien Arvien. Seolah sudah sangat hafal sekali dengan nama tersebut, lantas perawat tersebut menjawab bahwa pasien tersebut sudah meninggal dunia, Innalillahi wa innailaihiraji’un.
Pertengkaran apa yang tadi muncul di pikiranku atau hatiku atau ah dimanapun itu, seketika aku lemas dan menanyakan detailnya. Kemudian aku menarik badanku mundur, dan duduk di sebuah kursi dekat taman dalam rumah sakit. Ada kekecewaan yang mendalam, yang memang tak bisa, ah ya kekecewaan. Aku menghela napas dan mengatur tempo napas ku, kemudian kuraih hape ku, segera ku kabari group kurir SR Solo via whatsapp bahwa Pasien Arvien sudah meninggal dunia. Kekecewaan tergambar dari setiap komentar yang tertulis di beranda group tersebut, semua menyesal, kurasa iya begitu. *Al-Fatihah*
Baiklah, pelajaran yang sangat berharga sekali, bahwa memang setiap kejadian yang terjadi pada diri kita adalah suratan takdir, dan ada 2 macam takdir, yakni takdir yang mutlak atau ketentuan yang kita tidak dapat mengubahnya seperti kematian. Dan takdir yang kita bisa mengusahakan dan mengupayakan. Letakkan egomu, jangan sombong.
Segera setelah beberapa urusan di Moewardi selesai, aku menuju ke RS. Ortopedi. Ingin segera berjumpa dengan gadis kecil yang ketika kontrol terkhir kemarin tidak sempat aku temani. Yah, #DikNabitta yang juga merupakan pasien SR ini mengalami kelainan tulang, dan kakinya bengkok (kaki pengkor), hingga mengharuskan ia kontrol ke RSO ini setiap minggunya, dari Purworejo-Solo ia jalani bersama ibunya untuk mencari suatu kesembuhan J kali ini kontrol dilakukan 2 minggu sekali, dan bertahap sampai akhirnya sebulan sekali. Ia kini mengenakan sepatu AFO, sepatu khusus yang dirancang untuk penderita kelainan kaki pengkor. Ia gadis kecil berusia 3 tahun yang lincah dan cerdas. Dari sosok ibunya yang kuat, aku juga banyak belajar. Membesarkan, mendidik dan memperjuangkan hidup seorang diri dengan buah hati yang sakit seperti ini, ia sungguh sangat kuat. Pelajaran spiritual yang sangat mengena. Tak sekalipun ketika menemani mereka, ku dengar keluhan dari ibunya J anak ini sungguh luar biasa, Alhamdulillah sekarang kakinya mulai terlihat normal dan lurus. Ah, untuk detail sakitnya bisa juga ditengok di laman web SedekahRombongan.
Sesampai di RSO, aku mencari mereka di ruang tunggu RSO, dan teriakan gadis kecil itu menjawab pencarianku “Mbak Nana” dan kita larut dalam obrolan, dalam diskusi, permainan dan tersenyum, tertawa :D sampai kontrol usai.

Kemudian mengantarkan mereka menunggu bus, melambaikan tangan dan kuharap kita masih bisa berjumpa, sayang. Hal semacam ini yang sulit kutinggalkan dari Solo ketika aku harus berpindah ke kota lain, semoga nanti di kota tujuan ku yang baru aku masih diberikan kekuatan dan kesehatan untuk bisa bergabung menjadi kurir SR. yah, meski juga jarang bertemu dengan kurir SR di sini, hanya via chat, aku telah menenggelamkan hatiku mencintai mereka.
Lantas aku segera pulang. Dan, ternyata sesampai di Janti ban motorku bagian depan bocor. Aku mengarahkan motorku ke pom bensin Cokro, mencari mesin penambah angin yang ternyata belum terpasang di pom bensin satu-satunya ini. orang baik kutemukan lagi, ia memberi tahuku bahwa setelah tower ada bengkel yang punya mesin penambah angin. Kususuri dan kutemukan bengkel tersebut, bersama dek Gun ku yang gagah perkasa. Sayangnya ini bukan bengkel tambal ban, ku hela napasku lagi. Bapak bengkel tersebut menanyakan dimana rumahku, lantas kujawab. “biar saya pompa maksimal mbak, biar bisa sampai rumah” baik sekali, kuucapkan terimakasih sambil kukeluarkan lembar 2 ribu rupiah untuk tambah angin ini. Namun Bapak ini menolak, dan sekali lagi kuucapkan terimakasih, dengan tulus. Sesampai di Nggringging, ban ku sudah kempes lagi haha. beruntung sekali di depanku adalah tukang tambal ban. Dan singkat cerita aku harus mengganti ban dalam ku itu, kutanyakan berapa “32 ribu sama pasangnya”. Obrolan di bengkel terjadi dengan singkat, kemudian ku bayar dengan 2 lembar uang 50an dan 2rban, agar tidak kerepotan mencari kembaliannya, pikirku. Ah lantas uang kembalian yang diberikan kepadaku 22rb, jadi bannya 30 ribu. Ah, bahkan Bapak ini menyedekahkan uang 2 ribunya. Bisalah kamu pikir sendiri uang 2 ribu untuknya, adalah sangat berharga sekali. Namun, ia memilih untuk mengembalikannya padaku.

Banyak sekali pelajaran yang bisa diambil dari tiap hari yang kita lalui, ucap syukur adalah harga mutlak yang harus tetap kita panjatkan kepada sang Ilahi yang memberi hidup dan penghidupan, syukur atas nikmat yang tak habis-habisnya diberikan kepada kita. Syukur atas nafas dan oksigen gratis, atas kesehatan, atas semuanya. Rasa syukur yang diikuti kepedulian kepada sesama dan rendah hati dan membuang jauh suatu kesombongan. 

No comments:

Post a Comment